Syetan Paling Getol Menghalangi Jihad dan Berinfak Fi Sabilillah
(Oleh: Badrul Tamam)
Syetan selalu berusaha 
menghalangi  manusia dari menjalankan ketaatan, khususnya jihad fi 
Sabilillah dan  infak di dalamnya. Hal ini seperti yang Allah firmankan,
إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
"Sesungguhnya
 mereka itu tidak lain  hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan
 kawan-kawannya  (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah 
kamu takut kepada  mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu 
benar-benar orang yang  beriman." (QS. Ali Imran: 175)
 "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka."  (QS. Ali Imran: 173) 
ucapan
 mereka ini tidak lain hanyalah untuk  menghalangi kaum muslimin dari 
menegakkan perintah wajib agama, yakni  jihad. Jalannya, mereka 
sampaikan hal itu untuk menakut-nakuti. Ini juga  pasti dilakukan oleh 
kaum munafikin terhadap orang-orang yang  menegakkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar.
 Maka syetan dan bala  tentaranya pasti menghalangi mereka untuk 
menegakkan perintah agama  tersebut. Maka tidak aneh jika Front Pembela 
Islam (FPI) dalam aksi Amar Ma'ruf Nahi Munkarnya  mendapat 
ancaman, ditakut-takuti akan dibubarkan, diserbu masa ribuan,  dan 
semisalnya. Ini sudah sunatullah dalam perjalanan perjuangan  pendahulu 
umat ini dan menjadi resiko yang semestinya disadari.   
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata,
  "Intinya: sesungguhnya Syetan pasti menakut-nakuti setiap orang yang  
hendak mengerjakan kewajiban. Maka jika syetan membisikkan rasa takut  
dalam hatimu, maka kamu wajib memahami bahwa menegakkan Kalimatul Haq
  bukan yang mendekatkan ajal, sementara diam dan pengecut adalah bukan 
 yang menjauhkan ajal. Berapa banyak penyeru yang memperjuangkan  
kebenaran ia meninggal di atas kasurnya? Dan berapa banyak para pengecut
  yang terbunuh di kediamannya?" (Al-Qaul Mufid Syarh Kitab al-Tauhid,  
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin: 2/42)
Beliau memberikan contohnya, 
"Lihatlah  kepada Khalid bin Walid, beliau seorang pemberani dan 
senantiasa berada  di barisan depan pasukan, tapi beliau meninggal di 
atas kasurnya. Maka  yang perlu dicamkan, selama seseorang menegakkan 
perintah Allah,  hendaknya ia yakin bahwa Allah bersama orang-orang 
bertakwa dan  orang-orang yang senantiasa berbuat baik. Dan pembela 
agama Allah pasti  itu yang menang." (Ibid)   
Hal ini berbeda dengan mereka 
yang  melakukan kemaksiatan, kemungkaran dan perbuatan jahat. Syetan  
menguatkan mereka dan memberikan dukungan kepada mereka. Lihatlah firman
  Allah Ta'ala,
وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
"Barang
 siapa yang mengikuti  langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan 
itu menyuruh mengerjakan  perbuatan yang keji dan yang mungkar." (QS. Al-Nuur: 21)
Maka pantaskah mujahid merasa lemah di hadapan syetan dan kawan-kawannya,
فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
"Oleh sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah." (QS. Al-Nisa': 76)
Beratnya Infak Fi Sabilillah 
Dalam
 urusan infak juga demikian, syetan  menakut-nakuti dengan kemiskinan 
agar manusia menjadi pelit dan tidak  menginfakkan hartanya, khususnya 
di jalan jihad. Allah Ta'ala berfirman,
الشَّيْطَانُ
  يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ 
يَعِدُكُمْ  مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Setan
 menjanjikan (menakut-nakuti)  kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu 
berbuat kejahatan (kikir);  sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan 
daripada-Nya dan karunia. Dan  Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha 
Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 168)
Padahal infak fi sabilillah 
merupakan  amal ketaatan yang sangat agung dan paling tinggi nilainya. 
Bentuknya:  seorang mujahid membiayai dirinya dan kendaraannya sendiri, 
membiayai  mujahidin selain dirinya baik berupa biaya pembelian senjata 
atau  kendaraan. Masuk di dalamnya nafkah/biaya yang diperuntukkan 
keluarga  mujahid selama ditinggal berjihad.
Sesungguhnya syetan tidak akan 
berusah  lebih serius dan bekerja lebih keras daripada menghalangi 
seseorang  mengeluarkan infak fi sabilillah. Demikian itu karena syetan 
tahu di  dalam infak fi sabilillah terdapat pahala sangat besar dan 
keutamaan  yang tinggi. Sebaliknya bakhil dalam infak ini memiliki dosa 
yang sangat  besar. Hal ini sebagaimana disebutkan Imam Ibnu Nahhas 
al-Dimsyaqi  al-Dimyathi dalam Tahdhib Kitab Masyari' al-Asywaq, hal. 
115.
Allah Ta'ala berfirman,
مَثَلُ
  الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ 
حَبَّةٍ  أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ
  وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Perumpamaan
 (nafkah yang  dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya 
di jalan Allah  adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan 
tujuh bulir, pada  tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan
 (ganjaran) bagi  siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas 
(karunia-Nya) lagi Maha  Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 261)
Imam Makhul menerangkan tentang 
maksud  infak di jalan Allah pada ayat di atas, "Yakni (yang dimaksud  
dengannya): Infak dalam jihad, berupa menyiapkan kuda perang, menyiapkan
  persenjataan, dan lainnya.
Sedangkan
 Ibnu Abbas memahaminya dalam  jihad dan haji, maka dirham yang 
diinfakkan dalam keduanya  dilipatgandakan sampai 700 kali lipat. (Lihat
 Tafsir Ibnu Katsir  terhadap ayat di atas)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
من أنفق نفقة في سبيل الله كتبت له سبعمائة ضعف
"Siapa yang berinfak fi sabilillah satu harta maka dicatat untuknya 700 kali lipat." (Dishahihkan Al-Albani dalam al-Shahihah dan Shahih al-Jami', no. 6110)
Rasa eman-eman dan kikir,
 tidak  terbiasa, dan jahil terhadap keutamaan infak fi sabilillah 
semakin  membantu syetan dalam memuluskan misinya menghalangi manusia 
dari  berinfaq fi sabilillah. Terlebih lagi pada zaman kita ini yang 
terkadang  medan jihad terbentang di belahan bumi yang jauh, jerat-jerat
 ancaman  musuh terhadap munfik (penginfak) fi sabilillah begitu 
berat,  jihad distigmakan sebagai tindakan jahat, maka semakin membuat 
berat dan  takut mengeluarkan harta untuk tegaknya jihad fi sabilillah. 
Tiada daya  dan kekuatan kecuali berasal dari Allah Ta'ala.
Maka tiada jalan lagi untuk 
mengeluarkan  infaq fi sabilillah kecuali dengan taufiq dan keteguhan 
dari Allah,  Dzat yang Mahakuat dan Perkasa. Yakni Allah menguatkan diri
 dalam  menghadapi bujukan dan teror yang dihembuskan syetan terlaknat 
yang  senantiasa menakut-nakuti dengan kefakiran dan menyuruh kepada 
perbuatan  keji dan mungkar.  
الشَّيْطَانُ
   يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ  
يَعِدُكُمْ  مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Setan
 menjanjikan (menakut-nakuti)  kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu 
berbuat kejahatan (kikir);  sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan 
daripada-Nya dan karunia. Dan  Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha 
Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 168)
Kita harus senantiasa ingat 
kepada Allah  dan firman-Nya yang menjanjikan pahala besar dan keutamaan
 agung dalam  infak ini. Allah berfirman,
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya." (QS. Saba': 39)
Mudah Pergi Berjihad, Tapi Berat Mengeluarkan Infak
Tidak
 sedikit ditemukan seorang mujahid  yang gagah berani keluar berjihad fi
 sabilillah, tapi ia merasa berat  dan tak mampu mengalahkan bisikan 
dirinya dalam berinfak fi sabilillah.  Sebabnya, karena syetan 
membisikkan dalam diri seorang mujahid tadi,  supaya ia tidak berinfak 
fi sabilillah. Syetan berkata kepadanya, "Jika  engkau kembali dari 
jihad engkau sudah tak punya uang, padahal saat itu  kamu menanggung 
luka dan sakit. Engkau pulang dalam kondisi fakir yang  tak punya 
apa-apa. Tidak ada harta yang bersamamu. Maka siapkan hartamu  untuk 
nanti saat engkau kembali."
Mujahid
 yang masih cinta kembali ke  dunia dan membenci kesyahidan pasti akan 
menyambut seruan syetan ini.  Jika ia menguatkan tekad untuk mendapatkan
 kesyahidan dengan  sejujur-jujurnya, pastilah ia tak akan berpikir 
untuk pulang dan  memikirkan kondisinya sesudah kembali ke rumahnya. 
Oleh karena itu,  teladan para salaf apabila sudah berhadapan dengan 
musuh maka mereka  memecahkan tempat pedangnya. Hal ini untuk menguatkan
 tekadnya untuk  tidak pulang karena kuatnya kerinduan dalam hatinya 
untuk meraih  kesyahidan, rindu berjumpa dengan Tuhannya, berkumpul 
dengan  manusia-manusia mulia, serta singgah di surga Allah yang penuh  
kenikmatan.
Dikisahkan perjalanan
 seorang salaf yang  sedang berjihad. Apabila dua pasukan sudah 
berhadapan dan masing-masing  siap menyerang, syetan datang kepadanya 
mengingatkan istrinya dengan  segenap kebaikan dan kecantikannya, 
sehingga menimbulkan kerinduan  kepada istrinya dan tak mau berpisah 
dengannya. Syetan juga membisikkan  akan anak-anaknya yang menyenangkan 
sehingga ia tak mau mereka menjadi  yatim. Syetan juga mengingatkan akan
 bisnis dan harta yang sudah  dikumpulkannya. Sehingga hampir-hampir 
membuatnya menjadi pengecut dan  ingin kabur dari peperangan. Maka pada 
saat itu datangkan pertolongan  dan keteguhan dari Allah yang Maha kuat 
lagi Perkasa. Kemudian ia  berkata kepada dirinya: Wahai jiwa, jika 
engkau kabur dari peperangan  maka istrimu tertalak karenanya, 
budak-budakmu menjadi merdeka, dan  seluruh hartamu sebagai sedekah 
untuk fakir dan miskin! Masihkah engkau  ingin hidup dengan kemiskinan 
dan berpisah dengan istrimu?
Maka jiwanya menjawab, "Aku tidak suka pulang."
Kemudian ia berkata, "Kalau begitu, majulah engkau berjihad!"
Bisa
 jadi syetan menanamkan rasa was-was  dalam hati seorang mujahid, 
"Engkau akan terbunuh, maka anak-anakmu  akan menjadi fakir dan istrimu 
menjadi pengemis. Maka tinggalkan harta  untuk mereka, jangan enkau 
infakkan. Cukuplah kematianmu itu menjadi  musibah bagi mereka."
Orang yang tak memiliki 
keyakinan mantap  kepada Tuhannya pasti akan menuruti bisikan ini. Ia 
menjadi ragu dengan  jaminan Allah terhadap rizki para hamba-Nya dan 
memenuhi kebutuhan  mereka. Maka bagi Mukmin Mujahid wajib 
berkeyakinan, ia hanya  sarana yang Allah adakan untuk memenuhi 
kebutuhan istri dan anak-anaknya  dalam urusan rizki. Ia tak punya kuasa
 menjamin rizki untuk mereka  walau sekecil biji sawi. Kenapa ia ambil 
pusing berlebih dalam urusan  rizki mereka saat masih hidup dan sesudah 
mati. (Lihat: Tahdhib Kitab  Masyari' al-Asywaq: 116-117)
 














0 komentar:
Post a Comment